Aroma – Di antara Pelupuk, Air Berjatuhan – Secuplik Kisah di Sintang

Alhamdulillah. Washolatu wassalam ‘ala muhammad , wa ‘ala alihi washohbihi wa man tabi’ahum bi ihsani ila yaumiddin.

Pada tulisan ini saya tidak akan banyak bercerita tentang latar tempat di mana dua sungai besar mengalir, yaitu Sungai Melawi dan Sungai Kapuas. Kecuali penggalan kisah, insya Allah, dapat menjadi bahan kontemplasi di waktu-waktu kita yang terbatas.

IMG_20171026_170903.jpg

Ketika kita melihat “air” sebagai sebuah objek yang begitu saja, kemungkinan tidak akan menimbulkan getaran emosi yang begitu signifikan. Namun hal tersebut menjadi berbeda kala air tersebut di dalam sebuah rangkaian makna. Ketika air berkumpul menjadi sungai dan matahari terbenam di atas horizonnya, maka akan menimbulkan rasa syukur dan kekaguman kita kepada Allah. Sepatutnya kita selalu bersyukur kepada Allah kapanpun dan dalam kondisi apapun karena Allah. Nikmat-Nya yang sangat luas yang tak mampu kita hitung. Dan hendaknya kita selalu bertaubat kepada Allah. Ketika kita melihat air dingin di kala terik siang, kemungkinan akan menimbulkan rasa dahaga di kerongkongan.

Namun ada cerita lain ketika melihat air yang keluar dari pelupuk mata sang Ayah.

Siang itu seperti biasanya kami beraktifitas di sebuah tempat kerja yang penuh hiruk-pikuk, haru dan biru. Di dalam ruangan itu, saya melihat orang-orang yang tampak gelisah, cemas. Seorang anak muda terbaring lemah di atas ranjang di hadapan ayah dan keluarga lainnya. Rentetan kejadian terjadi, atas kehendak Allah. Dan ketika napas anak tersebut menjadi satu dengan udara di dunia untuk terakhir kalinya, saya melihat berbagai ekspresi di sekitar. Guratan-guratan itu tak lagi hanya tertumpuk di dahi, kini mendominasi di sekitar mata yang tak lagi muda, mengeluarkan air yang berjatuhan dan mengalir. Atas izin Allah, takdir ini terjadi. Kata-kata tak mampu terungkap, kaki dan tangan ini begitu kaku ketika saya menghadapi langsung peristiwa tersebut.

Tangisan sang Ayah memecah keheningan di ruang kala terik matahari sembari memeluk jasad anaknya.

Innalillahiwainnailaihiraaji’uun.

Allah Ta’ala berfirman di dalam al-Quran Surah Ali-Imran ayat 185, yaitu:

(أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ)

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran: 185).

Ingatlah, teman2 pejalan dan khususnya untuk diri saya sendiri, umur orang tua atau umur kita untuk dapat berbakti belum tentu lebih panjang dari waktu sibuk kita! Bertakwalah kepada Allah! Berbaktilah kepada orang tua karena Allah!

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, “Ada seorang laki-laki yang meminta izin kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berjihad, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya.

أَحَيٌّ وَالِدَاكَ؟ قَالَ: نَعَمْ.

“Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’ Dia menjawab, ‘Ya, masih.”

Beliau pun bersabda

فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ.

“Maka pada keduanya, hendaklah engkau berjihad (berbakti).’”

(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Penjelasan hadits: Di dalam kitab Subulus Salaam (III/78), ash-Shan’ani mengatakan, “Lahiriahnya sama, apakah itu jihad fardhu ‘ain maupun fardhu kifayah, dan baik merasa keberatan pada kedua orang tuanya atau tidak. Jumhur ulama berpendapat bahwasanya diharamkan berjihad bagi seorang anak jika dilarang oleh kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya dengan syarat keduanya harus muslim, karena berbakti kepada keduanya adalah fardhu ‘ain sementara jihad tersebut adalah fardhu kifayah, tetapi dalam jihad yang hukumnya fardhu ‘ain, maka lebih didahulukan jihad.

Sumber: almanhaj.or.id

Aroma tubuh ayah sehabis bekerja, aroma masakan ibu, aroma susu yang dihidangkan saat kita kecil tidaklah selamanya. Sudah kah kita berbakti kepada kedua orang tua? Seberapa banyak kita telah membuat mereka menangis? Seberapa banyak kita telah membuat mereka tertawa?

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, “Ada seseorang mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berucap, ‘Aku berbai’at kepadamu untuk berhijrah dan membiarkan kedua orang tuaku menangis.’ Maka beliau bersabda.

اِرْجِعْ عَلَيْهِمَا فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا أَبْكَيْتَهُمَا.

“Kembalilah kepada keduanya, lalu buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis”

(HR. Abu Dawud dengan sanad yang hasan)

Marilah kita beramal karena Allah. Di dalam sebuah hadits dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata.

سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ قَالَ: اَلصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا، قَالَ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: بِرُّ الْوَالِدَيْنِ، قَالَ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: اَلْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ

“Aku pernah tanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling dicintai Allah?’ Beliau menjawab, ‘Shalat pada waktunya.’ ‘Lalu apa lagi?’ Tanyaku. Beliau menjawab, ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Lebih lanjut, kutanyakan, ‘Lalu apa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Jihad di jalan Allah.’” [Muttafaq ‘alaih]

Semoga Allah mengampuni kita dan kedua orang tua kita. Semoga Allah memberikan taufik kepada semua-Nya. Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah-Nya.

Atas izin Allah, pada perjalanan saya di Kabupaten Sintang, Allah mempertemukan saya dengan sebuah peristiwa. Semoga Allah senantiasa memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua.

Orang tua memiliki rasa kasih sayang yang sangat besar kepada anaknya, namun Allah yang Maha Penyayang jauh lebih menyayangi daripada itu terhadap hambanya. Kasih sayang Allah begitu luas dan lebih besar dari pada kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. (sumber)

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، أَنَّهُ قَالَ: قَدِمَ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْيٍ فَإِذَا امْرَأَةٌ مِنَ السَّبْيِ، تَبْتَغِي، إِذَا وَجَدَتْ صَبِيًّا فِي السَّبْيِ، أَخَذَتْهُ فَأَلْصَقَتْهُ بِبَطْنِهَا وَأَرْضَعَتْهُ، فَقَالَ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَتَرَوْنَ هَذِهِ الْمَرْأَةَ طَارِحَةً وَلَدَهَا فِي النَّارِ؟» قُلْنَا: لَا، وَاللهِ وَهِيَ تَقْدِرُ عَلَى أَنْ لَا تَطْرَحَهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَلَّهُ أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنْ هَذِهِ بِوَلَدِهَا»

Dari ‘Umar bin Al-Khottob ia berkata, “Tawanan perang didatangkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba ada seorang wanita dari tawanan perang yang sedang mencari. Tatkala ia mendapatkan seorang anak di kalangan para tawanan maka iapun mengambil anak kecil tersebut lalu ia peluk dan menyusuinya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kami, “Apakah menurut kalian wanita ini akan melemparkan anaknya di api?”. Maka kami berkata, “Demi Allah, tentu tidak, sementara ia mampu untuk tidak melemparnya”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-hambaNya daripada wanita ini terhadap anaknya”

(HR Al-Bukhari 5999 dan Muslim no 2754)

 

Maka bertakwalah kepada Allah!

Kekurangan dan kesalahan datang dari diri saya, mohon untuk dimaklumi dan dimaafkan. Dan segala kesempurnaan dan kebenaran hanya datang dari Allah, maka pujilah Allah.

Wallahua’lam bisshowab.

 

Leave a comment