Warna Langit

Percakapan virtual malam itu, kami membahas topik ringan melalui aplikasi WA. Lawan ngobrol saya ini adalah jenis manusia di luar distribusi normal, beliau memiliki banyak kontribusi untuk negara. Dari Kalimantan hingga ke ujung timur Indonesia, Papua, Nusa Tenggara telah dilalui yang mana tidak sekedar untuk rekreasi belaka namun sebuah amanah dan tugas dalam upaya meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia melalui gerakan program NGO kemanusiaan yang bekerja sama dengan pemerintah.

Kalau saya bahas kiprah beliau akan membutuhkan sesi khusus yang bisa dijadikan 1 buku biografi, jadi kita kembali lagi ke percakapan WA. Saat itu kami terjebak dalam sebuah obrolan terkait cuaca, mengenai hujan dan jenis-jenis awan (terinspirasi dari artikel sebelumnya). Beliau mengirimkan saya beberapa foto langit dan awan, ternyata di daerah Nusa Tenggara Timur dengan iklim tropis kering dan musim kemarau yang panjang memiliki pemandangan langit yang cukup jernih, kadangkala tidak tampak awan di langit. Pemandangan langit biru nan jernih tersebut saya nikmati melalui foto yang dikirimkan secara digital ke telpon genggam saya. Terpesona oleh langit yang “biru banget”, saya pun terinspirasi dan terpancing untuk membahas “kenapa langit berwarna biru?”

Langit biru banget (dokumentasi beliau)

Tahukah anda? (supaya kayak tulisan-tulisan edukasi sains)

Saya rasa, mungkin teman-teman juga pernah memiliki pertanyaan (yang mulai terkubur seiring bertambahnya usia) kenapa warna langit bisa menjadi biru, merah, hitam. Sebenarnya yang kita lihat itu adalah warna tampilan langit apabila diamati dari permukaan bumi, karena bisa dikatakan warna langit sebenarnya (sejauh pengetahuan sekarang) adalah hitam. Hal ini karena pada dasarnya ruang angkasa tidak memiliki sifat memantulkan cahaya sehingga tidak tampak apa-apa/kosong/gelap/tampak berwarna hitam. (mulai ribet? Belum)

Blue Sky and Rayleigh Scattering
Rayleigh formula

Sinar mentari nan hangat yang menyinari bumi masuk melalui atmosfer bumi yang dipenuhi oleh partikel-partikel aerosol dan koloid. Partikel-partikel aerosol di atmosfer/udara tersebut akan menyebabkan efek penghamburan cahaya, efek penghamburan cahaya tersebutlah yang menyebabkan warna langit yang terlihat menjadi biru, merah, oranye. Efek ini telah dijelaskan dalam sebuah hukum fisika (jangan pusing dulu ya) yang dikenal dengan “Rayleigh law of scattering” dan efek Tyndall.

Dokumentasi beliau

Cahaya dapat dijelaskan dalam model gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang gelombang tertentu. Warna yang kita lihat adalah pancaran dari panjang gelombang yang berbeda-beda (bisa dari sumber cahaya utama atau pantulan cahaya), ditangkap oleh reseptor penglihatan, yaitu retina dan diinterpretasi menjadi warna merah, kuning, hijau, biru, ungu, biru dongker, biru elektrik, biru laut, biru memar (ada ga jenis ini?) dll.

Colours of light — Science Learning Hub
Panjang gelombang warna (merah paling panjang, ungu dan biru paling pendek)

Warna merah memiliki panjang gelombang yang besar, sedangkan warna ungu dan biru memiliki panjang gelombang yang pendek. Berdasarkan model yang dijelaskan dalam hukum Rayleigh dan efek Tyndall, cahaya dapat dihamburkan yang mana semakin pendek panjang gelombang maka semakin banyak dihamburkan oleh partikel-partikel aerosol di udara (dalam konteks pembahasan warna langit). Artinya apa? Di sini kita sudah memegang beberapa prinsip: cahaya matarahari menyinari bumi melewati atmosfer; warna ungu dan biru memiliki gelombang cahaya yang pendek; Gelombang yang pendek lebih mudah dihamburkan/disebar di atmosfer. Oleh sebab itu, warna biru lebih banyak dihamburkan atau disebar di atmosfer, sehingga langit yang kita lihat berwarna biru nan menenangkan.

Stimulus cahaya ke mata

Lalu pertanyaannya, kenapa langit tidak berwarna ungu? Kan panjang gelombang ungu lebih pendek dari biru. Hal ini karena gelombang yang diterima retina mata dan dipersepsi oleh otak manusia dapat lebih mudah menginterpretasi warna biru ketimbang ungu. Simpelnya, kemampuan penglihatan manusia lebih bisa melihat warna biru daripada ungu, sehingga yang tampak adalah warna biru.

Dokumentasi dari pesawat oleh beliau

Pertanyaan berikutnya datang dari sahabat senja dan kopi, kenapa di waktu senja atau terbit matahari, langit tampak berwarna kemerahan? Jawabannya, semakin dekat horizon atau semakin dekat kebumi, partikel aerosol akan semakin padat karena pengaruh gaya gravitasi bumi, sehingga istilahnya atmosfer yang dekat dengan permukaan bumi lebih pekat atau lebih tebal. Hal ini menyebabkan efek Tyndall, berkas cahaya matahari tersebut tetap akan menghambur, namun karena saking tebalnya, gelombang warna biru dan ungu terlalu terhambur atau tersebar sehingga tidak dapat menembus hingga ke penglihatan kita, jadi warna yang lolos adalah warna merah yang memiliki panjang gelombang yang lebih panjang (relatif lebih susah untuk dihamburkan).

Kemudian sobat burung hantu yang sering ngembun atau berdagang bergadang memiliki pertanyaan dalam benaknya (mungkin karena introvert), kenapa kalau malam warna langit hitam pekat?

Sebenarnya tidak begitu pekat apabila kita perhatikan dengan seksama, apabila masih terdapat rembulan yang tersenyum melihat wajahmu yang memantulkan cahaya matahari. Cahaya bulan tersebut tetap akan terkena efek hamburan yang menyebabkan langit berwarna biru tipis-tipis apabila dilihat pada kondisi cerah dan bebas polusi cahaya. Warna biru yang tipis disebabkan karena cahaya bulan tidak “se-intens” cahaya matahari.

Dokumentasi beliau

Jadi begitulah sederhananya penjelasan kenapa warna langit dari permukaan bumi bisa seperti itu. Saya harap sobat penasaran tidak pusing membacanya. Semoga artikel singkat ini bermanfaat.

Apa warna langitmu hari ini? (Eeaa) sembari menyeruput senja, memandang kopi

3 thoughts on “Warna Langit

      1. iyaaa pak jadi seger juga kayak salad.hihihi… duh jadi pengen salad kan 😀 tulisan pak pejalan kaki kan emang menarik untuk disimak seperti langit yang selalu menarik kalo diliat 🙂 ini termasuk majas kan yak.hihihihi

        Like

Leave a comment