Makna “Kode” Plastik / Sampah Plastik

Selama melakukan perjalanan, saya beberapa kali berpindah dari rumah ke rumah (sebenarnya dari kos ke kos) secara berkala. Pola seperti itu menyebabkan sulitnya untuk membawa peralatan masak ke mana-mana dengan mobilitas yang cukup tinggi (saya bisa masak air), sehingga selama ngekos saya membeli galon air minum, botol air minum dan mie instan untuk stok makanan kalau kepepet, biasanya saya makan langsung di rumah makan atau warung untuk meminimalisir sampah plastik.

Dua angsa di depan rumah dinas

Pembaca yang pernah ngekos pasti bisa merasakan apa yang saya rasakan. Tapi pernah kah teman-teman pembaca dengan seksama mengamati tulisan dan tanda-tanda kerinduan atau kode yang tersemat di permukaan sanubari bungkus produk-produk tersebut? Kalau saya, baru akhir-akhir ini juga sih menyadarinya hehe. Sebenarnya dulu pernah aware, baru akhir-akhir ini refresh wawasan lagi. Ya, kode-kode dengan angka 1,2,3,4,5,6, atau 7, ada yang bilang namanya kode daur ulang.

Continue reading “Makna “Kode” Plastik / Sampah Plastik”

Laut vs Limbah

Sekitar 2 bulan yang lalu, di tengah kesibukan, saya dan teman-teman kerja memilih untuk refreshing di suatu pulau lepas pantai, yang bernama Pulau Lemukutan. Cara mencapai tempat tersebut kami harus menunggu kapal nelayan untuk membawa kami mengarungi samudera laut biru nan indah. Kami mulai menunggu kapal dari pukul 7 pagi, namun karena ada kendala mesin kapal, sehingga terjadi delay selama lebih kurang 2 jam. Perjalanan dari Pulau Kalimantan menuju Pulau Lemukutan memakan waktu sekitar 40-60 menit.

Di sepanjang perjalanan, Alhamdulillah, saya sangat menikmati pemandangan yang sungguh menakjubkan, dari air laut yang bersih berwarna biru kehijauan, langit yang cerah dan angin sepoi-sepoi yang merayu kelopak mata ini untuk tertutup dan otak yang mulai berimajinasi. Saking menikmati perjalanan, saya lupa mendokumentasikan pesona alam tersebut, sehingga sedikit sekali foto yang tersimpan pada galeri gawai saat liburan ini.

Dermaga Pulau Lemukutan

Sekitar pukul 10 pagi menjelang siang, kami sampai di dermaga pulau Lemukutan. Saya fokus mencari dan membawa barang saya yang tertumpuk di antara barang-barang penumpang lain. Kemudian saking semangatnya saya melompat duluan ke dermaga (literally melompat, yang mana tinggi dermaga selevel dengan kepala saat saya berdiri di kapal), ternyata memang kapalnya masih bergerak dan belum rapat ke dermaga.

Perasaan yang antusias dan menggebu-gebu, tiba-tiba diterjang rasa prihatin dan sedih saat saya melihat kondisi lingkungan dan laut di sekitar dermaga. Ya, di permukaan laut biru tepi pulau yang mulai keruh itu saya melihat popok berwarna putih, kantong plastik, kotak makanan, sepatu rusak, kantong minuman, sedotan plastik, botol minum, bungkus makanan instan mengambang dan menari bersama ikan di bawahnya (majas personifikasi). Sangat miris, yang mana selayaknya hal ini tidak perlu terjadi apabila kita memahami pentingnya kebersihan dan dampaknya apabila tidak dijaga.

Continue reading “Laut vs Limbah”